Seandainya Saya Penulis Pidato Presiden RI …

Tulisan pidato ini adalah fiktif belaka yang diandaikan sebagai pidato Presiden RI.

Dalam andaian itu, pidato ini dibacakan untuk menjawab keresahan masyarakat yang memilihnya untuk menjadi Presiden atas tindak kekerasan yang terjadi menjelang bulan suci Ramadhan dan peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Tindak kekerasan diluar hukum sebagai wujud intoleransi seharusnya tidak memiliki tempat di negara yang serius menerapkan Pancasila. Pidato ini bukanlah serta merta sebuah kritik, tetapi lebih merupakan pengharapan; pengharapan bahwa 65 tahun adalah umur yang cukup bagi sebuah Negara dan Bangsa untuk mulai beranjak dewasa; dan juga pengharapan bahwa seorang pemimpin yang terpilih secara demokratis dapat pula menegakkan asas-asas demokrasi yang fundamental, termasuk melawan dengan tegas mereka yang berusaha merusak tatanan demokrasi.

Pidato fiktif ini sengaja ditulis pada tataran normatif, selayaknya pidato seorang Kepala Negara; namun tentunya dengan harapan sebagai Kepala Pemerintahan, yang bersangkutan dengan tegas memerintahkan para pembantunya untuk menegakkan pesan-pesannya di lapangan.

——-

Bismilahirahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk kita semua,

Saudara-saudari sebangsa dan setanah air,

Pekan ini umat Muslim di seluruh dunia termasuk di tanah air akan memasuki bulan suci Ramadhan dimana ibadah puasa diharapkan akan membersihkan jiwa kita, mendekatkan kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dan dengan tulus mengulurkan tangan kepada sesama manusia yang membutuhkan.

Sementara itu, pekan depan sebagai bangsa Indonesia, kita akan bersama merayakan 65 tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dimana atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorong oleh keinginan luhur, bangsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya.

Sungguh sebuah momentum emas bahwa tahun ini kita merayakan kemerdekaan di tengah bulan suci Ramadhan. Paling tidak momentum ini menjadi sangat istimewa karena dua hal.

Hal pertama adalah alasan historis. Enam puluh lima tahun yang lalu, para pendiri bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan kita juga pada bulan puasa. 17 Agustus 1945 yang juga jatuh di tengah bulan Ramadhan seakan menjadi sumber kekuatan tersendiri bagi founding fathers untuk berjuang demi kemerdekaan dan melindungi segenap rakyat Indonesia dari segala bentuk tirani dan penjajahan.

Hal kedua, dan ini mungkin lebih penting, adalah kesempatan bagi kita merenungkan arah kehidupan berbangsa dan bernegara ke depan dengan lebih jernih. Selayaknya renungan tentang kemerdekaan dilakukan dengan itikad tulus untuk bersama memajukan bangsa secara keseluruhan tanpa membawa kepentingan politik ataupun kelompok tertentu.

Saudara-saudari yang saya cintai,

Pada kesempatan ini saya ingin secara khusus mengajak saudara-saudari untuk memaknai kembali nilai-nilai mulia yang diajarkan oleh agama yang sungguh selaras dengan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan.

Keyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa perlu diwujudkan dalam perlakuan kita kepada sesama manusia secara adil dan beradab. Hanya dengan berpegang teguh pada prinsip itu, kita akan kuat dan bersatu sebagai bangsa yang demokratis menuju keadilan sosial. Saudara-saudari, itulah Pancasila.

Pancasila telah memandu kita sejak Proklamasi Kemerdekaan hingga kini, era reformasi gelombang kedua. Sejarah mencatat, ketika pelaksanaan Pancasila mulai ditinggalkan, saat itu pula lah bangsa ini terpuruk dan bahkan terkoyak. Tentunya sebagai meta-nilai, aplikasi Pancasila seyogyanya dinamis dan mengikuti perkembangan zaman.

Pada kesempatan peringatan Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 yang lalu saya sudah sampaikan bahwa kalau kita ingin mengaitkan Pancasila dengan transformasi, dan reformasi yang sedang kita jalankan ini maka marilah kita kaitkan bahwa reformasi itu sejatinya adalah continuity and change. Hal-hal yang masih relevan apalagi warisan dari para pendahulu kita, para founding fathers, tentu harus kita pertahankan menjadi bagian dari continuity.

Hal-hal baru bisa kita lakukan untuk membuat kehidupan bernegara ini menjadi lebih baik tanpa menggoyahkan, tanpa menanggalkan, yang saya sebut dengan fundamental consensus, nilai-nilai dasar, konsensus dasar. Disini Pancasila tentu salah satu pilar penting dan salah satu fundamental consensus yang telah kita sepakati sejak Indonesia merdeka. (http://www.presidensby.info/index.php/pidato/2010/06/01/1411.html)

Saudara-saudari yang saya hormati,

Nila-nilai mulia yang diajarkan agama dan yang kita junjung sebagai bangsa seperti budi pekerti baik, keadilan, toleransi, kepedulian terhadap sesama, dan sikap saling menghormati menjadi sangat penting terutama di tengah dunia yang masih diliputi konflik ini.

Sejalan dengan cita-cita yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 untuk melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, Indonesia senantiasa menyuarakan oposisinya terhadap kekerasan dan ketidakadilan yang terjadi di manapun. Indonesia bahkan berperan aktif dalam menjaga perdamaian di beberapa pelosok dunia dimana penindasan dan ketidakadilan masih kerap terjadi.

Namun untuk dapat sungguh berkontribusi dalam membangun perdamaian dunia, kedamaian itu harus mendapatkan rumah yang nyaman dan aman di tanah air kita sendiri.

Kita ingat dengan segala kegetiran hati lembar kelam sejarah bangsa ini dimana sempat terjadi konflik-konflik sosial di beberapa daerah yang memakan korban jiwa. Kita memang harus bergerak maju, namun tanpa melupakan pelajaran pahit yang kita petik dari konflik-konflik tersebut.

Kekerasan atas nama apa pun, oleh siapa pun dan kepada siapa pun tidak memiliki tempat di tanah air kita tercinta. Indonesia adalah negara Pancasila. Indonesia adalah negara hukum. Saya selalu meminta kepada seluruh jajaran penegak hukum untuk menegakkan hukum dengan seadil-adilnya sesuai dengan aturan yang berlaku. Jangan sampai ada diskriminasi dalam memberikan perlindungan hukum.

Saudara-saudari,

Demikianlah sekali lagi, mari kita gunakan kesempatan emas menyongsong bulan suci Ramadhan dan peringatan Proklamasi Kemerdekaan dengan sebaik-baiknya; dan semoga negara kita terus dibimbing oleh Allah SWT menuju negara yang maju, damai, bermartabat, dan sejahtera di abad ke-21 ini.

Selamat menunaikan ibadah puasa kepada kita sekalian yang menjalankannya.

Wassalaamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.


Creative Commons License
Seandainya Saya Penulis Pidato Presiden RI … by Michael Putrawenas is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivs 3.0 Unported License.
Based on a work at michaelputra.com.
Permissions beyond the scope of this license may be available at http://michaelputra.com/#footer.

This entry was posted in Editorial, Indonesia and tagged , , . Bookmark the permalink.
  • Byline

    Michael is a professional leader in the fields of energy investments, complex commercial deals, and sustainability with extensive international experience. His personal interests span from socio-political issues, history, and culture.

  • From the Archives

    Creed in a Loving God

    I believe in a loving God. A God whose love is infinite, and whose love works in ways beyond human comprehension. I believe that we experience God and his love unconstrained by time and space. I believe that God grants us all intelligence and talents to be progressed and to help other men. He made […]